Pendahuluan
Ujian Akhir Madrasah Berstandar Nasional (UAMBN) merupakan salah satu tahapan penting dalam evaluasi pembelajaran siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs). Mata pelajaran Fiqih, sebagai bagian integral dari kurikulum pendidikan agama Islam, memiliki peran krusial dalam membentuk pemahaman siswa mengenai hukum-hukum Islam dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam artikel ini, kita akan membahas tiga contoh soal UAMBN Fiqih kelas 9 MTs, menganalisis konsep yang diuji, serta memberikan pembahasan mendalam untuk membantu siswa memahami materi secara komprehensif.
Soal 1: Konsep Thaharah dan Implementasinya
Soal:

Seseorang hendak melaksanakan shalat, namun ia ragu apakah pakaiannya terkena najis atau tidak. Bagaimana cara yang tepat untuk menyikapi keraguan tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip fiqih? Jelaskan langkah-langkahnya!
Analisis Soal:
Soal ini menguji pemahaman siswa mengenai konsep thaharah (bersuci) dan aplikasinya dalam situasi praktis. Thaharah merupakan syarat sah shalat, sehingga pemahaman yang benar mengenai tata cara bersuci dari hadas dan najis sangat penting. Soal ini juga menguji kemampuan siswa dalam menerapkan prinsip istishab (menganggap sesuatu tetap pada keadaan semula) dalam menghadapi keraguan.
Pembahasan:
Dalam situasi keraguan apakah pakaian terkena najis atau tidak, prinsip istishab menjadi panduan utama. Istishab berarti kita menganggap sesuatu tetap pada keadaan semula, kecuali ada bukti yang meyakinkan bahwa keadaan tersebut telah berubah.
Langkah-langkah yang tepat untuk menyikapi keraguan tersebut:
- Asumsi Awal: Anggaplah pakaian tersebut suci, karena pada dasarnya semua benda adalah suci sampai ada bukti yang meyakinkan bahwa benda tersebut terkena najis.
- Tidak Perlu Mencari-cari: Tidak perlu bersusah payah mencari-cari atau memeriksa secara berlebihan apakah ada najis pada pakaian tersebut. Sikap was-was (berlebihan dalam keraguan) tidak dianjurkan dalam Islam.
- Jika Menemukan Bukti Najis: Jika kemudian ditemukan bukti yang meyakinkan bahwa pakaian tersebut terkena najis, maka wajib untuk membersihkannya. Cara membersihkan najis tergantung pada jenis najisnya:
- Najis Mughallazhah (Berat): Seperti terkena air liur anjing atau babi, cara membersihkannya adalah dengan mencuci sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan air yang dicampur dengan tanah.
- Najis Mukhaffafah (Ringan): Seperti terkena air kencing bayi laki-laki yang belum makan makanan selain ASI, cara membersihkannya cukup dengan memercikkan air pada bagian yang terkena najis hingga merata.
- Najis Mutawassitah (Sedang): Seperti terkena darah, nanah, atau kotoran manusia, cara membersihkannya adalah dengan menghilangkan zat, warna, dan baunya.
- Jika Tidak Menemukan Bukti Najis: Jika tidak ditemukan bukti najis, maka pakaian tersebut dianggap suci dan sah digunakan untuk shalat.
Kesimpulan:
Dalam menghadapi keraguan terkait najis, prinsip istishab menjadi pedoman penting. Kita harus menganggap sesuatu tetap pada keadaan semula (suci) sampai ada bukti yang meyakinkan bahwa keadaan tersebut telah berubah (terkena najis). Jika ditemukan bukti najis, maka wajib untuk membersihkannya sesuai dengan jenis najisnya.
Soal 2: Rukun dan Syarat Sah Shalat Berjamaah
Soal:
Jelaskan secara rinci rukun dan syarat sah shalat berjamaah! Mengapa shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat munfarid (sendirian)?
Analisis Soal:
Soal ini menguji pemahaman siswa mengenai tata cara pelaksanaan shalat berjamaah, khususnya mengenai rukun dan syarat sahnya. Selain itu, soal ini juga menguji pemahaman siswa mengenai keutamaan shalat berjamaah dibandingkan shalat sendirian.
Pembahasan:
Rukun Shalat Berjamaah:
Rukun shalat berjamaah adalah bagian-bagian yang wajib ada dalam shalat berjamaah. Jika salah satu rukun tidak terpenuhi, maka shalat berjamaah tidak sah. Rukun shalat berjamaah meliputi:
- Adanya Imam: Seorang yang memimpin shalat.
- Adanya Makmum: Orang yang mengikuti imam dalam shalat.
- Niat Berjamaah: Imam dan makmum harus berniat untuk melaksanakan shalat berjamaah.
- Mengikuti Imam: Makmum harus mengikuti gerakan imam, tidak boleh mendahului atau tertinggal jauh dari imam.
Syarat Sah Shalat Berjamaah:
Syarat sah shalat berjamaah adalah hal-hal yang harus dipenuhi agar shalat berjamaah dianggap sah. Syarat sah shalat berjamaah meliputi:
- Imam adalah Laki-laki: Jika makmumnya laki-laki, maka imam harus laki-laki. Jika makmumnya perempuan, maka imam boleh laki-laki atau perempuan.
- Imam Memenuhi Syarat sebagai Imam: Imam harus memenuhi syarat sebagai imam, yaitu berakal sehat, baligh (dewasa), fasih dalam membaca Al-Qur’an, dan tidak sedang menjadi makmum.
- Makmum Berniat Mengikuti Imam: Makmum harus berniat untuk mengikuti imam.
- Shalat Dilaksanakan dalam Satu Majelis: Shalat harus dilaksanakan di tempat yang sama atau berdekatan, sehingga makmum dapat mendengar dan melihat gerakan imam.
- Tidak Ada Penghalang yang Mencegah Makmum Mengikuti Imam: Tidak boleh ada penghalang yang signifikan yang mencegah makmum untuk mengikuti gerakan imam.
Keutamaan Shalat Berjamaah:
Shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat munfarid (sendirian) karena beberapa alasan:
- Pahala yang Berlipat Ganda: Rasulullah SAW bersabda bahwa shalat berjamaah pahalanya 27 derajat lebih tinggi dibandingkan shalat sendirian.
- Menjalin Ukhuwah Islamiyah: Shalat berjamaah mempererat tali persaudaraan antar umat Islam.
- Menampakkan Syiar Islam: Shalat berjamaah merupakan salah satu cara untuk menampakkan syiar Islam di tengah masyarakat.
- Mendapatkan Doa Malaikat: Malaikat mendoakan orang-orang yang melaksanakan shalat berjamaah.
- Terhindar dari Sifat Munafik: Orang yang rajin melaksanakan shalat berjamaah terhindar dari sifat munafik.
Kesimpulan:
Shalat berjamaah memiliki rukun dan syarat sah yang harus dipenuhi agar shalat tersebut dianggap sah. Shalat berjamaah lebih utama dibandingkan shalat sendirian karena memiliki banyak keutamaan, di antaranya pahala yang berlipat ganda, menjalin ukhuwah Islamiyah, dan menampakkan syiar Islam.
Soal 3: Hukum Waris dalam Islam (Faraidh)
Soal:
Seorang meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris sebagai berikut: seorang istri, seorang anak laki-laki, dan seorang ibu. Harta warisan yang ditinggalkan adalah Rp. 120.000.000,-. Hitunglah bagian masing-masing ahli waris sesuai dengan hukum waris Islam (faraidh)!
Analisis Soal:
Soal ini menguji pemahaman siswa mengenai hukum waris dalam Islam (faraidh). Siswa diharapkan mampu mengidentifikasi ahli waris yang berhak menerima warisan, menentukan bagian masing-masing ahli waris berdasarkan ketentuan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta menghitung secara matematis bagian warisan yang diterima oleh masing-masing ahli waris.
Pembahasan:
Dalam kasus ini, ahli waris yang berhak menerima warisan adalah:
- Istri: Mendapatkan bagian 1/8 (seperdelapan) karena ada anak laki-laki.
- Anak Laki-laki: Mendapatkan bagian ashabah (sisa) setelah bagian istri dan ibu diambil.
- Ibu: Mendapatkan bagian 1/6 (seperenam) karena ada anak laki-laki.
Perhitungan:
- Bagian Istri: 1/8 x Rp. 120.000.000,- = Rp. 15.000.000,-
- Bagian Ibu: 1/6 x Rp. 120.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
- Sisa Warisan: Rp. 120.000.000,- – Rp. 15.000.000,- – Rp. 20.000.000,- = Rp. 85.000.000,-
Karena anak laki-laki mendapatkan bagian ashabah (sisa), maka ia mendapatkan seluruh sisa warisan, yaitu Rp. 85.000.000,-
Kesimpulan:
- Istri mendapatkan Rp. 15.000.000,-
- Anak laki-laki mendapatkan Rp. 85.000.000,-
- Ibu mendapatkan Rp. 20.000.000,-
Penutup
Pembahasan tiga contoh soal UAMBN Fiqih kelas 9 MTs di atas diharapkan dapat membantu siswa memahami konsep-konsep penting dalam mata pelajaran Fiqih. Pemahaman yang komprehensif mengenai thaharah, shalat berjamaah, dan hukum waris (faraidh) sangat penting bagi siswa untuk mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari. Selain memahami konsep, siswa juga perlu berlatih mengerjakan soal-soal latihan untuk mengasah kemampuan mereka dalam menerapkan konsep-konsep tersebut dalam berbagai situasi. Dengan persiapan yang matang, diharapkan siswa dapat meraih hasil yang memuaskan dalam UAMBN Fiqih.


Tinggalkan Balasan